Terima kasih atas kunjungannya, untuk Silaturahmi mangga kunjungi facebook atau twitter saya

Senin, 14 September 2009

Antropologi Nana Misnara

-->
Bagai dalam peperangan, ia maju paling depan [terkadang ia sendirian], tak kenal seorangpun siapa atau apa didepan mata, nyaris kalah tapi kemudian pulang dengan hasil menyenangkan. Begitulah Nana Misnara apabila digambarkan.
Saya tauh pasti, Misnara telah menjadi seorang peniti jalan yang sunyi entah kapan akan terlihat kembali. Senang berkhalwat pada waktu-waktu tertentu. Termenung dalam kesendiriannya. Entah apa yang ia pikirkan, apa mungkin seorang cewek? Aku tak tahu itu.
Baginya hidup adalah meng-ibrah setiap kejadian, tuk dijadikan hikmah baginya. Ia bercanda [kadang mengejek], tertawa bersama kawan-kawannya. Juga mendengar keluhan : tentang kawan-kawannya yang terjebak dalam percintaan atau pun brokenhome. Atau tentang acara-acara gombaltaiment ditelevisi yang kian menambah dosa dan membutakan. Ia bergulat dengan lika-liku komunikasi, sains, spritualitas dan runyamnya dunia pendidikan yang bikin kepala nyut-nyut-an.
Diatas semua itu, ia adalah sosok sahabat yang sungguh amat menyenangkan, luar-dalam. Wajahnya tampak seperti tanpa dosa : sebar senyum sana-sini, melempar tawa kemana saja, sehingga kawan lain menanyakan : Kenapa bisa senyum terus?. Pada kali lain, yang ia lempar kesana dan kemari adalah sebuah kritik, atau pun teguran. Meski tetap saja itu dilakukannya sambil sebar senyum kesana-sini, seakan-akan yang ia kritik atau tegur itu adalah kakeknya sendiri.
Wajahnya memang seakan diberi job khusus untuk selalu melempar tawa, sebar senyum kesegala sudut. Kecuali disatu hari, tatkala ia jatuh sakit [hati] karena ada suatu kejadian yang tak diharapkan hatinya, ia masuk gerbang sekolah, berjalan dan duduk, lalu mencoba untuk tetap tersenyum, meski yang terlihat wajah melas. Jadi, bayangkan dalam keadaan yang tak diharapkan, pipinya yang smakin kempot, ia masih berusaha untuk tetap tersenyum.
Saya jadi bertanya, jangan-jangan, tersenyum sudah jadi bagian dari komitmen hidupnya. Berat dzon saya, mungkin itu alasannya kenapa Misnara banyak melempar atau menebar senym kesegala sudut. Termasuk [kadang] kepada orang yang tak dikenalnya.
Disamping senang tersenyum, ia juga pintar bergaul, akibatnya kawan-kawan yang lain ber-empati padanya, dikepalanya tersimpan rupa-rupa informasi, yang nantinya ia keluarkan untuk dijadikan gagasan. Ramai berkeliaran seperti orang-orang di Pasar Malam (PM) Balida. Gagasan yang itu ia lempar ke si ani, gagasan yang itu ia berikan ke si anu. Semuanya ia lakukan dengan senang hati, toh hidup hanya satu kali ini saja, kenapa harus diarungi dengan dengki dan serakah, berikan manfaat kepada orang lain, katanya suatu kali sambil makan lengko ala mamah Kantin.
Misnara sadar sepenuhnya, berbagi itu membahagiakan, berbagi itu mencerdaskan. Lalu apa yang ia bagi? Kesempatan, keceriaan, dukungan, motivasi, juga solusi. Kadang juga ia berikan sebagian rizkinya kepada kawannya yang mau.
Cara Misnara berjalan sungguh sangat fantastis, begitu cepat. Seakan-akan ia didorong oleh dua setan sekaligus, kecuali saat-saat ngabrul dengan kawan-kawanya, maka dia sedikit menyesuaikan Ternyata sifat sosialnya tinggi juga. Misnara nyantri juga, [kadang] ketika ia berjalan selalu merunduk. Ya mungkin ia sadar bahwa Nabi pun juga demikian.
Bagi saya sendiri, Misnara adalah sebuah pribadi yang [sungguh] sangat sederhana. Tetapi tak kalah gagahnya, ketika ia disuruh menjadi pelajar keliatan seperti seorang presiden bersanding dengan Kabinet Tersusunnya.
Menurut saya, Misnara adalah mozaik yang memiliki banyak wajah, ia dalah sosok yang diskusi bisa, mikir bisa, tidur tentu, nyanyi juga bisa. Apalagi ia merasa bersyukur, karena tak lebih memiliki suara yang bagus.
Bagi Misnara, hidup dimanapu, kapanpun menjadi apapun atau tidak menjadi apapun tak ada bedanya. Menjadi apa disekolah atau tidak menjadi apa disekolah, baginya itu adalah sebuah soal pilihan. Tapi ternyata Misnara mungkin diberi kepercayaan oleh orang-orang sekelilingnya tuk memberi manfaat atasnya.
Tulisan ini sebagai macam kado untuk Misnara dalam rangka menyambut usia yang sebentar lagi akan naik. Dalam usia yang dewasa ini, Misnara agaknya [atau semestinya] sudah mulai semakin sadar atas kedewasaannya. Periode yang dekat dari segala hiruk pikuk panasnya dunia.
Akhirul Kalam, saya ingin berdo’a untuk dia :
Semoga yang ia inginkan ia dapatkan
Salam sejahtera sesama hamba Tuhan.
Oleh : Hidayat [teman dekat Misnara]
Designed By Nana Misnara