Terima kasih atas kunjungannya, untuk Silaturahmi mangga kunjungi facebook atau twitter saya

Selasa, 24 Juli 2012

Nafsu dan Sejarah Penciptaannya

"Hawa nafsu" terdiri dari dua kata: hawa (الهوى) dan nafsu (النفس).
Dalam bahasa Melayu, 'nafsu' bermakna keinginan, kecenderungan atau dorongan hati yang kuat. Jika ditambah dengan kata hawa (=hawa nafsu), biasanya dikaitkan dengan dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik. Adakalanya bermakna selera, jika dihubungkan dengan makanan. Nafsu syahwat pula berarti keberahian atau keinginan bersetubuh.
Ketiga perkataan ini (hawa, nafsu dan syahwat) berasal dari bahasa Arab:  
Hawa (الهوى): sangat cinta; kehendak  
Nafsu (النفس): roh; nyawa; jiwa; tubuh; diri seseorang; kehendak; niat; selera; usaha  
Syahwat (الشهوة): keinginan untuk mendapatkan yang lazat; berahi.
Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai "syaitan yang bersemayam di dalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran. Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang.
Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. Potensi yang dimaksud di sini adalah potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan, persatuan dan hal-hal baik lainnya. Namun karena hambatan nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukan (dalam realita kehidupan). Maka dari itu mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan bagi siapa saja yang menghendaki keseimbangan, kebahagian dalam hidupnya karena hanya dengan berjalan di jalur-jalur yang benar sajalah menusia dapat mencapai hal tersebut.
Setiap hari kita berperang dengan nafsu. Kadang-kadang berjaya, kadang-kadang kalah. Semoga dengan mengetahui sejarah asal kejadian nafsu ini, kita dapat memahami kenapa kita susah nak lawan nafsu dan lebih bijak mengatasi godaannya selepas ini.


Dalam sebuah kitab karangan 'Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Alkhaubawiyi, seorang ulama yang hidup dalam abad ke XIII Hijrah, menerangkan bahawa sesungguhnya Allah S.W.T telah menciptakan akal, maka Allah S.W.T telah berfirman yang bermaksud : 


"Wahai akal mengadaplah engkau." 
Maka akal pun mengadap kehadapan Allah S.W.T., kemudian Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : 
"Wahai akal berbaliklah engkau!", lalu akal pun berbalik.
Kemudian Allah S.W.T. berfirman lagi yang bermaksud : 
"Wahai akal! Siapakah aku?". 
Lalu akal pun berkata, "Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu yang daif dan lemah."
Lalu Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : "Wahai akal tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau."
Setelah itu Allah S.W.T menciptakan nafsu, dan berfirman kepadanya yang bermaksud : 
"Wahai nafsu, mengadaplah kamu!". Nafsu tidak menjawab sebaliknya mendiamkan diri. 
Kemudian Allah S.W.T berfirman lagi yang bermaksud : "
Siapakah engkau dan siapakah Aku?". 
Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau."
Setelah itu Allah S.W.T menyiksanya dengan neraka jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : 
"Siapakah engkau dan siapakah Aku?". 
Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau."
Lalu Allah S.W.T menyiksa nafsu itu dalam neraka Juu' selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan maka Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : 
"Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Akhirnya nafsu mengakui dengan berkata, " Aku adalah hamba-Mu dan Kamu adalah tuhanku."
Dalam kitab tersebut juga diterangkan bahawa dengan sebab itulah maka Allah S.W.T mewajibkan puasa.
Dalam kisah ini dapatlah kita mengetahui bahawa nafsu itu adalah sangat jahat oleh itu hendaklah kita mengawal nafsu itu, jangan biarkan nafsu itu mengawal kita, sebab kalau dia yang mengawal kita maka kita akan menjadi musnah.

Designed By Nana Misnara