Terima kasih atas kunjungannya, untuk Silaturahmi mangga kunjungi facebook atau twitter saya

Selasa, 24 Juli 2012

Kenapa Allah Mesti ‘Mewajibkan’ Ibadah

Ketika mendengar kata ’kewajiban’, seringkali kita merasa ’tertekan’. Atau ’terpaksa’. Dan muncul ’keengganan’ pada tingkat tertentu untuk menjalankan perintah itu. Sebaliknya ketika mendengar kata ’dilarang’, kita jadi merasa ingin tahu. Dan ketika mendengar kata ’dibolehkan’, hati kita malah merasa ’biasa-biasa’ saja. Ternyata kita telah salah kaprah dalam memahami ’kecintaan’ Allah kepada hamba-Nya.
Ketidakmengertian menyebabkan kita berbuat salah kaprah. Bahkan dalam menjalankan ibadah. Baik kita sadari maupun tidak. Perasaan enggan ketika kita mendengar sebuah ’kewajiban’ adalah salah satu dari ketidakmengertian itu. Maka, harus segera diklarifikasi. Sehingga, setelah mengerti maksudnya, kita tidak terus menerus dalam keraguan. Dan bisa menjalankannya dengan penuh kepastian. Itulah keimanan. Dan itulah orang-orang yang benar, kata ayat di atas.
Kenapakah Allah mewajibkan shalat? Kenapa mewajibkan puasa? Kenapa mewajibkan zakat dan haji bagi yang mampu? Dan segala kewajiban-kewajiban lainnya dalam beragama. Tentu saja ada alasannya. Itulah yang harus segera diklarifikasi, tabayyun, agar kita menjadi orang yang berhati yakin.
Kewajiban beribadah, sama sekali bukan untuk Allah. Karena Dia memang Dzat yang tidak membutuhkan apa-apa dari makhluk-Nya. Justru, makhluk-lah yang membutuhkan Dia. Jika semua makhluk di alam semesta tidak menuhankan Dia, Allah tetap saja Tuhan Penguasa seluruh alam. Tidak berkurang sedikit pung keagungan-Nya.
QS. Adz Dzaariyaat (51): 56-58
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak membutuhkan rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”
Lantas, kenapa Allah mewajibkan kita untuk beribadah? Karena, ternyata desain kita ini memang makhluk ibadah. Terbaca dari ayat diatas, bahwa manusia dan jin diciptakan memang sebagai makhluk ibadah. Sehingga, jika tidak beribadah kita akan menemui masalah. Seluruh kewajiban yang kita terima dari Allah itu sebenarnya adalah untuk memaksimumkan seluruh potensi kita sebagai manusia. Dan memunculkan sikap istiqomah alias kestabilan hidup.
Saya sering mencontohkan hal ini dengan analogi ’pabrik mobil’. Sebuah mobil dibuat oleh pabriknya pasti memiliki spesifikasi tertentu. Misalnya, bahan bakarnya harus pertamax. Olinya mesti dengan tingkat keenceran tertentu. Cara menjalankannya harus mengombinasikan antara kopling, gas, rem dan persneling. Dan lain sebagainya.
Maka, jika mobil itu diperlakukan tanpa memperhatikan segala ’kewajiban’ yang diperintahkan oleh pabriknya, tentu mobil itu akan rusak sebelum waktunya. Mobil berbahan bakar pertamax misalnya, Anda isi dengan bahan bakar solar, tentu saja akan rusak. Apalagi, diisi nasi pecel …! Description: :)
Demikian pula, jika mesin mobil itu diisi dengan oli yang tingkat kekentalannya tidak sesuai, pasti akan bermasalah. Atau, apalagi dijalankan dengan tanpa memperhatikan kombinasi kompling, gas, rem dan persneling yang sesuai, bisa-bisa mobilnya kecemplung jurang… Description: :(
Pertanyaannya adalah: untuk siapakah segala ’kewajiban’ yang diharuskan oleh pabrik mobil itu? Apakah untuk kepentingan pabrik, ataukah untuk kepentingan mobil dan pemiliknya? Tentu dengan sangat mudah kita menjawabnya, bahwa semua kewajiban itu adalah untuk kepentingan mobil dan pemiliknya. Bagi pabrik, sama sekali tidak ada kerugian apa pun kalau Anda tidak menjalankan segala kewajiban itu. Gak Patheken, kata orang Jawa…!
Bahkan, meskipun si pemilik mobil melanggar semua ketentuan itu dengan alasan yang ’baik dan benar’. Tetap, saja ia akan memperoleh efek yang merugikan ketika tidak menjalankan kewajiban. Misalnya, demi alasan ’penghematan’ maka BBM mobil diisi saja minyak tanah yang harganya lebih murah dibandingkan pertamax. Bukankah sama-sama Bahan Bakar Minyak …? Description: :(
Ibadah adalah kewajiban. Bukan untuk Allah Sang Pencipta, melainkan untuk hamba-hamba-Nya. Shalat kita adalah untuk kita sendiri. Puasa, zakat, haji, dzikir, doa, dan segala macam kebaikan yang kita usahakan, pada hakekatnya adalah untuk kita sendiri. Seluruh alam semesta tak beribadah tak akan mengganggu Eksistensi-Nya sedikit pun. Karena, sungguh segala kewajiban itu semata-mata perwujudan dari Kasih Sayang Allah untuk kebahagiaan semua makhluk-Nya…
QS. Al An’aam (6): 12
“Tanyakanlah: “Kepunyaan siapakah segala yang ada di langit dan di bumi?” Jawablah: “Kepunyaan Allah”. Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu adalah orang-orang yang tidak beriman.”

Wallahu a’lam bishshawab
(Sumber : ‘Agus Mustofa, Salah Kaprah Dalam Beragama’)
Designed By Nana Misnara