Ketika
mendengar kata ’kewajiban’, seringkali kita merasa ’tertekan’. Atau ’terpaksa’.
Dan muncul ’keengganan’ pada tingkat tertentu untuk menjalankan perintah itu.
Sebaliknya ketika mendengar kata ’dilarang’, kita jadi merasa ingin tahu. Dan
ketika mendengar kata ’dibolehkan’, hati kita malah merasa ’biasa-biasa’ saja.
Ternyata kita telah salah kaprah dalam memahami ’kecintaan’ Allah kepada
hamba-Nya.
Ketidakmengertian
menyebabkan kita berbuat salah kaprah. Bahkan dalam menjalankan ibadah. Baik
kita sadari maupun tidak. Perasaan enggan ketika kita mendengar sebuah
’kewajiban’ adalah salah satu dari ketidakmengertian itu. Maka, harus segera
diklarifikasi. Sehingga, setelah mengerti maksudnya, kita tidak terus menerus dalam
keraguan. Dan bisa menjalankannya dengan penuh kepastian. Itulah keimanan. Dan
itulah orang-orang yang benar, kata ayat di atas.
Kenapakah
Allah mewajibkan shalat? Kenapa mewajibkan puasa? Kenapa mewajibkan zakat dan
haji bagi yang mampu? Dan segala kewajiban-kewajiban lainnya dalam beragama.
Tentu saja ada alasannya. Itulah yang harus segera diklarifikasi, tabayyun,
agar kita menjadi orang yang berhati yakin.
Kewajiban
beribadah, sama sekali bukan untuk Allah. Karena Dia memang Dzat yang tidak
membutuhkan apa-apa dari makhluk-Nya. Justru, makhluk-lah yang membutuhkan Dia.
Jika semua makhluk di alam semesta tidak menuhankan Dia, Allah tetap saja Tuhan
Penguasa seluruh alam. Tidak berkurang sedikit pung keagungan-Nya.
QS. Adz
Dzaariyaat (51): 56-58
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak membutuhkan rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak membutuhkan rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”
Lantas,
kenapa Allah mewajibkan kita untuk beribadah? Karena, ternyata desain kita ini
memang makhluk ibadah. Terbaca dari ayat diatas, bahwa manusia dan jin
diciptakan memang sebagai makhluk ibadah. Sehingga, jika tidak beribadah kita
akan menemui masalah. Seluruh kewajiban yang kita terima dari Allah itu
sebenarnya adalah untuk memaksimumkan seluruh potensi kita sebagai manusia. Dan
memunculkan sikap istiqomah alias kestabilan hidup.
Saya sering
mencontohkan hal ini dengan analogi ’pabrik mobil’. Sebuah mobil dibuat oleh
pabriknya pasti memiliki spesifikasi tertentu. Misalnya, bahan bakarnya harus
pertamax. Olinya mesti dengan tingkat keenceran tertentu. Cara menjalankannya
harus mengombinasikan antara kopling, gas, rem dan persneling. Dan lain
sebagainya.
Maka, jika
mobil itu diperlakukan tanpa memperhatikan segala ’kewajiban’ yang
diperintahkan oleh pabriknya, tentu mobil itu akan rusak sebelum waktunya.
Mobil berbahan bakar pertamax misalnya, Anda isi dengan bahan bakar solar,
tentu saja akan rusak. Apalagi, diisi nasi pecel …!
Demikian
pula, jika mesin mobil itu diisi dengan oli yang tingkat kekentalannya tidak
sesuai, pasti akan bermasalah. Atau, apalagi dijalankan dengan tanpa
memperhatikan kombinasi kompling, gas, rem dan persneling yang sesuai,
bisa-bisa mobilnya kecemplung jurang…
Pertanyaannya
adalah: untuk siapakah segala ’kewajiban’ yang diharuskan oleh pabrik mobil
itu? Apakah untuk kepentingan pabrik, ataukah untuk kepentingan mobil dan
pemiliknya? Tentu dengan sangat mudah kita menjawabnya, bahwa semua kewajiban
itu adalah untuk kepentingan mobil dan pemiliknya. Bagi pabrik, sama sekali
tidak ada kerugian apa pun kalau Anda tidak menjalankan segala kewajiban itu.
Gak Patheken, kata orang Jawa…!
Bahkan,
meskipun si pemilik mobil melanggar semua ketentuan itu dengan alasan yang
’baik dan benar’. Tetap, saja ia akan memperoleh efek yang merugikan ketika
tidak menjalankan kewajiban. Misalnya, demi alasan ’penghematan’ maka BBM mobil
diisi saja minyak tanah yang harganya lebih murah dibandingkan pertamax.
Bukankah sama-sama Bahan Bakar Minyak …?
Ibadah
adalah kewajiban. Bukan untuk Allah Sang Pencipta, melainkan untuk
hamba-hamba-Nya. Shalat kita adalah untuk kita sendiri. Puasa, zakat, haji,
dzikir, doa, dan segala macam kebaikan yang kita usahakan, pada hakekatnya
adalah untuk kita sendiri. Seluruh alam semesta tak beribadah tak akan
mengganggu Eksistensi-Nya sedikit pun. Karena, sungguh segala kewajiban itu
semata-mata perwujudan dari Kasih Sayang Allah untuk kebahagiaan semua
makhluk-Nya…
QS. Al
An’aam (6): 12
“Tanyakanlah: “Kepunyaan siapakah segala yang ada di langit dan di bumi?” Jawablah: “Kepunyaan Allah”. Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu adalah orang-orang yang tidak beriman.”
“Tanyakanlah: “Kepunyaan siapakah segala yang ada di langit dan di bumi?” Jawablah: “Kepunyaan Allah”. Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu adalah orang-orang yang tidak beriman.”
Wallahu
a’lam bishshawab
(Sumber : ‘Agus Mustofa, Salah Kaprah Dalam
Beragama’)