قَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ إِنَّ اللّٰهَ قَسَمَ بَيْنَكُمُ الْأَخْلَاقَ كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمُ الْاَرْزَاقَ
Artinya: “Sebagian ulama ahli hikmah berkata, ‘Sesungguhnya Allah membagi-bagi akhlak kalian sebagaimana Ia membagikan rezeki kepada kalian’.”
Secara material, ada orang yang diberikan rezeki melimpah ruah, serba kecukupan; ada pula yang sederhana, tak begitu banyak. Demikian pula akhlak. Ada orang yang diberi anugerah oleh Allah mempunyai akhlak yang sangat bagus, menjadi orang yang shalih. Ada juga yang akhlaknya lumayan bagus. Dan ada pula yang kurang punya adab.
Mari kita introspeksi diri kita masing-masing, kita termasuk golongan orang yang mana? Sayyidina Umar ibn Khattab mengatakan:
حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا
Artinya: “Introspeksilah pribadi kalian masing-masing sebelum kalian dihisab pada hari kiamat nanti.”
Di sini Sayyidina Umar tidak mengatakan:
حَاسِبُوْا غَيْرَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا
Artinya: “Hitung-hitunglah amal orang lain sebelum kalian dihisab.”
Maksudnya Sayyidina Umar supaya kita tidak suka mengoreksi pribadi orang lain. Namun kita koreksi pribadi kita masing-masing. Ar-Rafi’i berkata:
مَنْ شَغَلَهُ بِعُيُوْبِ النَّاسِ، كَثُرَتْ عُيُوْبُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ
Artinya: “Barangsiapa sibuk mencari kekurangan orang lain, cacat pribadinya akan menumpuk banyak sedangkan ia sendiri tidak mengetahui.”
Pepatah mengatakan, “Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak terlihat.” Menggambarkan bagaimana orang yang suka mencari kesalahan orang lain namun lupa mengoreksi dirinya sendiri.
Baginda Nabi Agung Muhammad SAW adalah pribadi sangat mulia. Ia diciptakan sebagai teladan atau prototipe orang yang akhlaknya benar-benar diakui oleh Allah dalam Al-Quran dengan sanjungan Allah berupa:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya: “Sesungguhnya kamu (Muhammad) pasti mempunyai akhlak yang sangat agung.” (QS Al-Qalam: 4)
Nabi Muhammad adalah pribadi yang perhatiannya kepada masyarakat di sekitarnya sangat besar. Keberadaannya membuat orang yang di sekitarnya merasa terayomi. Ia tidak pernah merugikan orang lain. Apalagi sampai merugikan, mengecewakan saja Nabi tidak pernah kecuali jika memang pribadi orang yang kecewa adalah orang yang iri atau hasud atas kebaikan dan kerasulan Baginda Nabi Muhammad SAW.
Suatu ketika Nabi Muhammad pernah mendapatkan uang 90.000 dirham atau setara dengan sekitar Rp350 juta. Rasulullah kemudian membagikannya kepada masyarakat di sekitar sampai benar-benar habis. Setelah uang habis, tiba-tiba ada seorang miskin datang sowan kepada Nabi.
“Ya Rasulallah, kami belum dapat.”
Kata Nabi, “Wah, ini sudah habis semua. Tapi kamu tetaplah tenang. Jangan khawatir! Sana pergilah ke toko. Belanjalah sesuai dengan kebutuhanmu. Dan bilang sama penjualnya, nanti insyaallah aku yang akan membayar.”
Seperti demikianlah profil Rasulullah yang all out dalam membela masyarakat. Tidak menumpuk kekayaan pribadi sedangkan di sampingnya susah, diabaikan pura-pura tidak tahu. Banyak orang yang inginnya ditokohkan di tengah-tengah masyarakat. Namun belum mau meneladani bagaimana Nabi memposisikan dirinya sebagai tokoh masyarakat.
Nabi Muhammad bukanlah tokohnya umat Islam saja. Dalam membangun peradaban Madinah, Nabi Muhammad berdiri di atas semua golongan. Orang-orang non-Muslim pun, asalkan dzimmi atau tidak melawan, memerangi Islam, akan mendapat perlindungan penuh dari Rasulullah SAW
Para sahabat, orang yang hidup pada generasi terbaik sepanjang sejarah juga berusaha melakukan hal-hal yang dicontohkan oleh baginda Nabi Agung Muhammad SAW. Sahabat Abud Darda’ mengaku:
إِنِّيْ لَأَدْعُوْ سَبْعِيْنَ مِنْ إِخْوَانِيْ فِيْ سُجُوْدِيْ أُسَمِّيْهِمْ بِأَسْمَائِهِمْ وَاحِدًا بَعْدَ وَاحِدٍ (أو كما قال)
Artinya: “Sesungguhnya aku mendoakan 70 orang dari saudara-saudaraku dalam sujudku. Saya sebut nama mereka masing-masing satu persatu.”
Potret orang shalih adalah orang yang berkepribadian baik. Entah itu saat di depan khalayak, atau pun bahkan saat sendirian di tengah malam, saat memanjatkan doa-doa munajat, saat sujud dalam sunyi, mereka tetap berkepribadian baik. Orang baik bukanlah orang yang apabila ada orang lain ia menghardik setan namun saat mereka sendiri di kamar atau sejenisnya, ia justru memuja setan.
Agar kita menjadi orang baik, salah satu caranya adalah melalui berteman dengan orang-orang baik. Ciri-ciri orang yang baik adalah orang yang jika kita semakin mendekat, semakin hari semakin dekat, saat itu pula akan semakin tampak kebaikan-kebaikan yang terkuak, berarti orang yang demikian adalah orang baik.
Sebaliknya, apabila kita berteman kepada seseorang, semakin hari semakin lama semakin tampak keburukan-keburukan yang ia lakukan, berarti orang yang mempunyai tipe seperti ini adalah orang buruk.
Di antara cara kita untuk menyeleksi teman itu termasuk baik atau tidak adalah dengan cara melihat siapa saja teman yang ia kumpuli. Jika kita lihat teman-teman orang tersebut baik, setidaknya kita bisa menilai secara umum bahwa orang itu adalah orang baik. Sebaliknya, jika perkumpulannya adalah orang-orang buruk, suka minuman keras, narkoba dan lain sebagainya, secara umum ia masuk kategori mereka. Adapun orang-orang khusus yang dalam rangka dakwah atau misi-misi tertentu, itu adalah pengecualian.
Dalam sebuah syair dikatakan:
عَنِ الْمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ # فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْمُقَارَنِ يَهْتَدِيْ
Artinya: “Jangan menanyakan tentang profil seseorang secara langsung. Tanyakan saja bagaimana profil kawan-kawannya. Sebab setiap teman akan selalu mengekor kepada sikap orang yang ditemani.”
Ada sebuah ilmu yang membahas tentang hipnotis. Hipnotis yang kita kenal bisa memasuki alam bawah sadar tersebut bentuknya beraneka ragam. Ada yang melalui tangan, gerakan, maupun perkataan.
Ada iklan satu produk yang diiklan di televisi dengan diulang-ulang bisa jadi sampai 100 kali sehari. Tujuannya apa? Kalau hanya mengenalkan satu produk, cukup sekali atau lima kali tayang sudah cukup. Namun bukan begitu tujuannya. Ia mempunyai tujuan menghipnotis. Memasukkan satu produk ke dalam alam bawah sadar kita dengan cara disampaikan melalui audio visual secara masif, berulang-ulang. Dengan begitu, jika sudah tertanam, penonton akan membeli produk sesuai perintah alam bawah sadarnya.
Begitu pula orang berteman. Orang yang berteman atau mempunyai lingkungan baik, karena kebaikan selalu diulang secara terus menerus di depan mata baik siang maupun malam, secara otomatis alam bawah sadar seseorang akan memerintahkan kebaikan. Begitu pula orang yang kumpulnya dengan preman yang suka berkelahi, biasa bergumul dengan tetangga yang suka ngerumpi, senang menonton sinetron yang isinya pacaran, berkelahi, KDRT, dan lain sebagainya, jika hal ini berkesinambungan secara terus menerus, akan merusak kepribadian seseorang.
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim sampai meninggalkan istrinya Hajar dan Ismail di samping Ka’bah persis. Nabi Ibrahim meninggalkan mereka untuk menuju Palestina karena wahyu dari Allah. Nabi Ibrahim tega meninggalkan mereka di lembah nan tandus, tidak ada sumber mata air dan tumbuh-tumbuhan. Tekad Ibrahim sangat kuat. Hanya ada satu alasan meninggalkan mereka di situ, yaitu di lembah yang berada di sisi Baitul Haram, di samping Ka’bah yang mulia. Sehingga harapan Ibrahim adalah karena dekat Ka’bah, nantinya mereka rajin melakukan ibadah kepada Allah berupa shalat.
Dalam Al-Quran disebutkan doa Ibrahim:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami menempatkan keturunan kami di sebuah lembah yang tandus, tidak ada tanaman di samping Baitul Haram. Tuhan kami supaya mereka menunaikan shalat. Jadikan hati-hati manusia ingin mendatangi mereka. Berilah mereke rezeki supaya mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)
Dengan demikian, sudah semestinya kita membangun komunitas-komunitas, pertemanan-pertemanan kita dengan komunitas dan pertemanan yang isinya orang-orang baik. Supaya kita bisa ikut-ikutan berubah menjadi semakin lebih baik-lebih baik.